KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BAB I
A.Pendahuluan
a. Latar Belakang
Dalam era otonomi daerah sesuai dengan ketentuan dalam UU No 22 Tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan daerah akan sedemikian kuat dan luas sehingga diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang ketat untuk menghindari ketidakteraturan dalam menyusun kebijakan dalam bidang lingkungan hidup terutama dalam masalah penanganan penegakan hukum lingkungan dalam era otonomi daerah.
Kewenangan pemerintah Daerah menurut UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan kinerja dan penerapan kebijakan dalam bidang lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan.
Sistem Pemerintahan Daerah otonom sebelum UU No 22 tahun 1999 terbagi dalam Sistem Pemerintahan Administratif dan Otonomi[1], dalam Sistem Pemerintahan Administratif Pemerintah Daerah berperan sebagai pembantu dari penyelenggaraan pemerintah pusat yang dikenal sebagai azas dekosentrasi dalam UU No 54 tahun 1970 tentang Pemerintah Daerah, hal ini diaplikasikan dalam Pemerintahan Daerah Tingkat I dan Pemerintahan Daerah tingkat II.
Sedangkan dalam Sistem Pemerintahan Otonomi Pemerintahan Daerah adalah mandiri dalam menjalankan urusan rumah tanganya. Pemerintahan Daerah memerlukan alat-alat perlengkapannya sendiri sebagai pegawai/pejabat –pejabat daerah dan bukan pegawai/pejabat pusat. Memberikan wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangga sendiri berarti pula membiarkan bagi daerah untuk berinisiatif sendiri dan untuk merealisir itu, daerah memerlukan sumber keuangan sendiri dan pendapatan-pendapatan yang diperoleh dari sumber keuangan sendiri memerlukan pengaturan yang tegas agar di kemudian hari tidak terjadi perselisihan antara pusat dan daerah mengenai hal –hal tersebut diatas.[2]
Tetapi dalam UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka terjadi perubahan besar dalam kewenangan Pemerintahan Daerah.
Pengelolaan lingkungan hidup sangatlah penting untuk dilihat dalam era otonomi daerah sekarang ini karena lingkungan hidup sudah menjadi isu internasional yang mempengaruhi perekonomian suatu negara.
Pemerintahan Daerah diberikan kekuasaan yang sangat besar dalam mengelola daerahnya terutama sekali Pemerintahan
Dalam makalah ini akan dibahas masalah lingkungan hidup di era otonomi daerah dan bagaimana Kewenangan daerah terhadap lingkungan hidup juga akibat kewenangan yang besar tersebut.
b.Pokok Permasalahan
1. Bagaimana Kewenangan Pemerintah Daerah dijalankan dalam bidang lingkungan hidup?
2. Dampak dari Kewenangan tersebut terhadap lingkungan hidup?
c.Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul Kewenangan Pemerintah Pusat dan daerah dalam pengelolaan lingkungan, adalah “memberikan penjelasan tentang kewenangan Pemerintah Pusat dan daerah serta dampaknya di bidang lingkungan hidup”
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah memberikan masukan dan informasi yang jelas kepada mahasiswa dan pelajar tentang bagaimana kewenangan dan dampak dari kewenangan yang dijalankan oleh Pemerintahan Daerah di bidang Lingkungan Hidup.
BAB II
B. Pembahasan
1. Pemerintah Kewenangan Pusat dan daerah dalam UU No 22 tahun 1999.
Dalam bidang lingkungan hidup kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah sangat menentukan akan tetapi dengan adanya UU No 22 tentang Otonomi daerah maka kewenangan pengelolaan lingkungan hidup menjadi terbagi dua hal ini dapat dicermati dalam pasal 7 UU NO 22 tahun 1999, yaitu:
(1) Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintah, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
(2) Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat(1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.[3]
Dalam UU nomor 22 tahun 1999 memperlihatkan kewenangan pemetrintah pusat yang ingin dibagi kepada daerah akan tetapi jika dilihat dari pasal 7 ayat 2 sangat terlihat pembatasan kewenangan pemerintahan daerah, sebenarnya pasal 7 ayat 2 harus diperjelas lagi apa yang dimaksud dengan kewenangan bidang lain yang diatur oleh UU No 22 tahun 1999. Kalau dilihat dari ayat 2 maka akan terlihat kewenangan pemerintah pusat yang masih besar.
2. Penjelasan Kewenangan dalam Sistem Pemerintahan setelah UU No 22 tahun 1999
Untuk mengantisipasi berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tim kerja Menko Wasbangpan dan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup/Bapedal telah mencoba merumuskan interpretasi kewenangan pengelolaan lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999.
Secara umum, kewenangan pengelolaan lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi :
· Kewenangan Pusat
· Kewenangan Propinsi
· Kewenangan Kabupaten/Kota.
Kewenangan Pusat terdiri dari kebijakan tentang :
· Perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro;
· Dana perimbangan keuangan seperti menetapkan dan alokasi khusus untuk mengelola lingkungan hidup;
· Sistem administrasi negara seperti menetapkan sistem informasi dan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup;
· Lembaga perekonomian negara seperti menetapkan kebijakan usaha di bidang lingkungan hidup;
· Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia;
· Teknologi tinggi strategi seperti menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan teknologi strategi tinggi yang menimbulkan dampak;
· Konservasi seperti menetapkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kawasan konservasi antar propinsi dan antar negara;
· Standarisasi nasional;
· Pelaksanaan kewenangan tertentu seperti pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya alam lintas batas propinsi dan negara, rekomendasi laboratorium lingkungan dsb.
Kewenangan Propinsi terdiri dari :
· Kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota;
· Kewenangan dalam bidang tertentu, seperti perencanaan pengendalian pembangunan regional secara makro, penentuan baku mutu lingkungan propinsi, yang harus sama atau lebih ketat dari baku mutu lingkungan nasional, menetapkan pedoman teknis untuk menjamin keseimbangan lingkungan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang propinsi dan sebagainya.
· Kewenangan dekonsentrasi seperti pembinaan AMDAL untuk usaha atau dan kegiatan di luar kewenangan pusat.
Kewenangan Kabupaten/Kota terdiri dari :
· Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup;
· Pengendalian pengelolaan lingkungan hidup;
· Pemantauan dan evaluasi kualitas lingkungan;
· Konservasi seperti pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung dan konservasi, rehabilitasi lahan dsb.
· Penegakan hukum lingkungan hidup
· Pengembangan SDM pengelolaan lingkungan hidup.[4]
3. Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Pusat dan daerah dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup.
Pemerintah Pusat dalam melakukan kewenangannya di bidang pengelolaan lingkungan hidup harus mengikuti kebijakan yang telah diterapkan oleh Menko Wasbangpan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jangan sampai pengurangan kewenangan pemerintah Pusat di bidang lingkungan hidup tidak bisa mencegah kesalahan pengelolaan lingkungan hidup demi mengejar Pemasukan APBD khususnya dalam pos Pendapatan Asli Daerah.
Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup Sonny Keraf, bahwa desentralisasi adalah mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemda dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif. Dalam penerapan desentralisasi itu, menurut Sonny harus tercakup pula pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga dan lestari. Dengan demikian, kendati desentralisasi ala
Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah sekarang adalah Pemerintahan daerah harus meningkatkan Pendapatan Asli Daerah mereka untuk memenuhi target APBD (Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah) sehingga jalan termudah untuk memenuhi itu semua adalah mengeksploitasi kembali lingkungan hidup karena cara tersebut adalah cara yang biasa dilakukan pemerintah pusat untuk memenuhi APBN, dan cara ini akan terus dilakukan oleh Pemerintah daerah dengan baik.
Sehingga jika waktu yang lalu pemusatan eksploitasi lingkungan hidup hanya di daerah-daerah tertentu seperti Daerah Istimewa Aceh, Riau, Irian Jaya/ Papua, Kalimantan dan sebagian Proponsi di Pulau Jawa maka sekarang semua Pemerintah daerah di Indonesia akan mengekspoitasi lingkungan hidup sebesar-besarnya untuk memenuhi target APBD untuk daerah-daerah yang mempunyai sumber kekayaan lingkungan hidup yang besar, sehingga akan dapat terbayang semua daerah kota dan kabupaten di Indonesia akan melakukan eksploitasi lingkungan hidup secara besar-besaran.
Karena desentralisasi dalam UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dipunyai oleh daerah
Permasalahan yang timbul adalah antisipasi dari pemerintah pusat sebagai pemegan kewenangan tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Karena seperti kita ketahui kewenangan Pemerintah Pusat adalah:
· Perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro;
· Dana perimbangan keuangan seperti menetapkan dan alokasi khusus untuk mengelola lingkungan hidup;
· Sistem administrasi negara seperti menetapkan sistem informasi dan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup;
· Lembaga perekonomian negara seperti menetapkan kebijakan usaha di bidang lingkungan hidup;
· Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia;
· Teknologi tinggi strategi seperti menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan teknologi strategi tinggi yang menimbulkan dampak;
· Konservasi seperti menetapkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kawasan konservasi antar propinsi dan antar negara;
· Standarisasi nasional;
· Pelak sanaan kewenangan tertentu seperti pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya alam lintas batas propinsi dan negara, rekomendasi laboratorium lingkungan dsb.
Seperti dijelaskan diatas maka kewenangan pemerintah pusat dalam melaksanakan otonomi daerah sangatlah penting dalam lingkungan hidup. Sehingga jika terjadi berbagai permaslahan yang timbul pemerintahan pusat harus menanganinya secara baik karena pemrintah pusat masih mempunyai kewenangan untuk mengadakan berbagi evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah dapat menjalankan kewenanganya secara proporsional dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup.
BAB III
ANALISA
Kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan tidak bisa dijadikan suatu kesempatan untuk mengeksploitasi lingkungan sehingga lingkungan menjadi rusak dan tidak bisa dipergunakan lagi bagi kelangsungan bangsa ini dan hal ini dilakukan hanya untuk mengejar Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah sehingga hanya untuk hal yang jangka pendek investasi jangka panjang dikuras habis.
Jika dilihat Kewenangan Pemerintah Pusat juga besar dalam hal ini sehingga perlu diberdayakan peran pemerintah dalam pengelolaan lingkungan dan juga fungsi dari pemerintah sebagai suatu instansi pengawas jika terjadi pengelolaan lingkungan yang tidak baik pad pemerintah daerah. Dalam hal ini perlu dikaji kembali berbagai kebijakan yang ada pada pemerintah Daerah sehingga tidak ada kebijkan-kebijakan yang berupa peraturan daerah yang merugikan lingkungan dan tidak memperhatikan keadaan masyarakat.
Oppenheim mengatkan dalam Nederlands Gemeenterecht bahwa:
“ Kebebasan bagian-bagin Negara sama sekali tidak boleh berakhir dengan kehancuran hubungan negara. Di dalam pengawasan tertinggi letaknya jaminan, bahwa selalu terdapat keserasian anatara pelaksanaan bebas dari tugas Pemerintah Daerah dan kebebasan pelaksanaan tugas Tugas Negara oleh Penguasa negara itu.[6]
Van Kempen juga menulis dalam “Inleiding tot het Nederlandsch Indisch Gemeenterecht” bahwa otonomi mempunyai arti lain daripada kedaulatan( souvereniteit), yang merupakan atribut dari negara, akan tetapi tidak pernah merupakan atribut dari bagian- bagiannya seperti Gemeente, Provincie dan sebagainya, yang hanya dapat memiliki hak-hak yang berasal dari negara, bagaian-bagaian mana justru sebagai bagian-bagian dapat berdiri sendiri( zelfstandig) akan tetapi tidak mungkin dapat dianggap merdeka( onafhnjelijk), lepas dari, ataupun sejajar dengan negara.[7]
Dapatlah ditambahkan, bahwa pengawasan itu dimaksudkan pula agar daerah selalu melakukan kebijkannya dengan sebaik-baiknya sehingga produk kebijakan berupa peraturan daerah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berada diatasnya.
Hal ini juga memerlukan peran penting dan koordinasi yang baik antara Meteri NegaraLingkungan Hidup denga aparat Pemerintahan Daerah sehinggdapat terjalinnya kerjasama yang baik antara pusat dan daerah dalam pengelolaan lingkungan.
Pengawasan oleh Pemerintah Pusat dapat dibenarkan untuk membangun negara
Pengawasan terhadap segala tindakan Pemerintah Daerah termasuk juga Keputusan-keputusan Kepala Daerah terutama Peraturan-peraturan Daerah yang ada dapat diawasi, jika menilik sifatnya bentuk pengawasan bisa dibagi dalam:
1. Pengawasan preventif
2. Pengawasan represif
3. Pengawasan umum
Dan pemerintah Pusat juga harus diawasi oleh lembaga negara yang lain terutama lembaga perwakilan yang fungsinya berupa pengawasan, karena Pemrintah Pusat juga mempunyai kebijakan yang menyangkut pengelolaan lingkungan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengelolaan lingkungan sangatlah besar sehingga perlu adanya pembatasan yang jelas dalam pengelolaan lingkungan tersebut.
Dan dalam melaksanakan hal tersebut telah diatur beberapa batasan yang jelas dalam Keputusan Bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menko Wasbangpan.
Yang perlu dicermati adalah kewenangan Pemerintah Daerah yang sangat besar sehingga perlu adanya bentuk pengawasan yang baik yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat sehingga janagn sampai terjadi berbagai kebijakan yang merusak lingkungan yang terjadi di setiap kabupaten atau
[1] M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara
[2] op.cit, h. 257
[3] UU NO 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
[4] http://www.bapedal.go.id/media/serasi/00okt/lu1.html
[5] op.cit, h2
[6] Irawan Soejito, Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, Bina Aksara,
[7] op.cit, h. 10