Kamis, 27 Maret 2008

Urgensi Amendemen UUD 1945 Sebelum Pemilu 2009

Belakangan ini setelah perombakan kabinet menyita perhatian, mencuat kembali permasalahan usulan amendemen UUD 1945. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengusulkan perlunya amendemen kembali UUD 1945, terutama menyangkut pasal-pasal yang berkaitan dengan kewenangannya (22D ayat 1, 2 dan 3).

Usul tersebut akhirnya diwujudkan dengan terkumpulnya 238 suara pada 8 Mei 2007, sehingga memenuhi jumlah suara minimal (kuorum) sebanyak 226 anggota MPR, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 37 UUD 1945. Anehnya, sehari setelah usul akan diajukan kepada MPR, Partai Demokrat menarik kembali dukungan suara 23 anggotanya. Dengan demikian usul amendemen yang sudah sekian lama diupayakan DPD mentah kembali.

Penarikan kembali dukungan suara Partai Demokrat secara substantif dapat mengubur kembali harapan dan peluang amendemen UUD 1945 yang sudah di depan mata. Penarikan itu jelas merugikan Partai Demokrat sendiri, mengingat Presiden Yudhoyono yang berasal dari Partai Demokrat sering kali dihadapkan pada persoalan-persoalan pemerintahan yang berawal dari ketidakjelasan UUD 1945. Tetapi, kabar terbaru dari wacana ini, DPD berhasil kembali mengumpulkan dukungan sehingga melebihi batas minimal untuk mengajukan usul amendemen UUD 1945.

Perkembangan-perkembangan mengenai wacana amendemen V UUD 1945 menunjukkan suatu tanda positif akan kepedulian terhadap perkembangan ketatanegaraan Indonesia, sehingga usul amendemen UUD 1945 merupakan sebuah "keniscayaan". Hal itu dikarenakan hasil empat kali amendemen UUD 1945 banyak kelemahan, yang menimbulkan persoalan-persoalan di dalam praktik pemerintahan. Persoalan-persoalan tersebut tidak cukup diselesaikan dengan cara pembuatan undang-undang, yang sampai sekarang masih dilakukan lembaga legislatif. Cara tersebut hanya bersifat tambal-sulam dan tidak menyelesaikan masalah, karena persoalan yang dipermasalahkan sangat mendasar, yang seharusnya diatur dalam suatu UUD. Melalui amendemen kembali UUD 1945 merupakan solusi terbaik untuk mengatasi persoalan-persoalan di dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan.

Akan tetapi amendemen kembali UUD 1945 tidak bisa dilakukan secara parsial. Jangan pula kita terjebak mengamendemen UUD tapi terbatas pada kewenangan DPD karena DPD yang mengusulkan. Amendemen ini harus dijadikan pintu masuk untuk membenahi UUD 1945 yang selama ini dirasakan kurang mampu menyelesaikan permasalahan ketatanegaraan. Amendemen tersebut harus dilakukan secara komprehensif menyangkut soal kejelasan posisi dan hubungan (checks and balances) kelembagaan negara yang terdapat pada Kejelasan Sistem Pemerintahan, Kekuasaan Legislatif, Kekuasaan Kehakiman.

Permasalahan di atas dapat kita simpulkan dari berbagai perkembangan ketatanegaraan yang ada setelah amendemen IV UUD 1945 juga kasus-kasus yang diajukan pada Mahkamah Konstitusi.

DPD yang menginginkan lembaganya diperkuat supaya lebih mempunyai daya tawar terhadap undang-undang yang berkaitan dengan daerah, yang mau tidak mau harus mengubah Pasal 5 dan 22D, solusi itu juga sesuai dengan hasil Komisi Konstitusi yang menginginkan sistem parlemen kita menjadi strong bicameralism. Permasalahan DPD akan berakibat pada lembaga MPR yang diatur pada Pasal 2 dan 3 UUD 1945, yang selama ini masih dipertahankan untuk dievaluasi keberadaannya, apakah diperlukan atau tidak lembaga ini menjadi lembaga parlemen ketiga setelah DPR atau DPD, ataukah hanya bersifat joint session antara lembaga DPR dan lembaga DPD.

Praktik selama ini yang kita lihat, fungsi dan wewenang lembaga MPR tidak bersifat rutin, sehingga tidak diperlukan lembaga permanen. Sistem pemerintahan kita yang presidensial dan diatur dalam Pasal 4-16 UUD 1945 seharusnya diperkuat untuk mengimbangi kewenangan-kewenangan pada legislatif, sehingga sistem presidensial kita berjalan sebagaimana mestinya.

Kekuasaan kehakiman yang sekarang tidak jelas aturan mekanisme checks and balancesnya harus juga diatur dalam UUD, karena setelah putusan MK pengawasan terhadap lembaga pemegang kekuasaan kehakiman menjadi tidak jelas. Komisi Yudisial akhirnya menjadi tumbal dari ketidakjelasan itu. Peran Komisi Yudisial secara nyata yang dapat dirasakan hanyalah pada saat pemilihan calon hakim agung dan tidak pada fungsi pengawasannya. Mnejadi tidak jelas siapa yang mengawasi hakim konstitusi, sehingga tidak tercapai mekanisme checks and balances yang dulu diharapkan.

Penguatan atau daya paksa putusan MK pun seharusnya diatur dalam UUD, karena bagaimana lembaga negara lain mau menghormati putusan MK kalau tidak jelas daya paksanya? Hal itu terlihat dari keengganan pemerintah menjalankan putusan MK mengenai Anggaran Pendidikan dalam UU APBN.

Jika ingin lebih maju dalam hal kontrol masyarakat terhadap lembaga negara adalah dengan memasukkan Constitutional Complaint (CC) dalam UUD, karena dengan memasukkan CC ke dalam UUD peraturan dan kebijakan yang dirasakan individu masyarakat bertentangan dengan UUD dapat diajukan ke MK.

Mengingat pentingnya amendemen UUD 1945, prosesnya harus dilakukan sebelum Pemilu 2009 melalui komisi/badan khusus yang dibentuk untuk itu. Karena, setelah Pemilu 2009 konfigurasi politik akan berubah. Walaupun mungkin masih tetap ada anggota DPD yang ingin melanjutkan perjuangan itu, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk tidak melanjutkannya. Kalaupun dilanjutkan, anggota DPR dan DPD terpilih akan tersita waktunya terlebih dahulu untuk beradaptasi dengan pekerjaan juga urusan-urusan internal lembaga mereka.

Dengan adanya komisi/badan khusus yang dibentuk diharapkan rumusan-rumusan UUD 1945 menjadi lebih komprehensif, karena akan dibahas ahli-ahli juga komponen masyarakat yang mengerti betul permasalahan dan solusi terhadap materi UUD 1945.

Bukankah naskah dan bahan perbaikan UUD 1945 telah dibuat Komisi Konstitusi sehingga sudah ada bahan dasar dalam melakukan amendemen?

Keuntungan lain dari pembentukan badan/komisi khusus adalah MPR tinggal membahas pada tahap final dan mengesahkannya dengan tidak mengganggu pekerjaannya sebagai anggota DPR dan DPD, yang sibuk mengerjakan dan membahas UU.

Rahmat Bagja, Kadiv Konstitusi Konsorsium Reformasi Hukum Nasional

Last modified: 25/5/07

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/05/27/Hukum/hk01.htm

1 komentar:

YULINDRA mengatakan...

Trims buat artikelnya kebetulan td buka blognya...
kebetulan saya juga memuat artikel-artikel ttg politk dan pemerintahan di www.sakatik.blogspot.com, semoga bisa bermanfaat. tks